GURU dan Undang-Undang Perlindungan Anak
Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) sebagaimana yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”) yang menyatakan bahwa setiap anak selama dalam pengasuhan orang tua, wali, atau pihak lain mana pun yang bertanggung jawab atas pengasuhan, berhak mendapat perlindungan dari perlakuan:
a.    diskriminasi;
b.    eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual;
c.    penelantaran;
d.    kekejaman, kekerasan, dan penganiayaan;
e.    ketidakadilan; dan
f.     perlakuan salah lainnya.

Menurut yurisprudensi, yang dimaksud dengan kata penganiayaan yaitu sengaja menyebabkan perasaan tidak enak (penderitaan), rasa sakit, atau luka. Contoh “rasa sakit” tersebut misalnya diakibatkan mencubit, mendupak, memukul, menempeleng, dan sebagainya.

Setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Ancaman sanksi bagi orang yang melanggar larangan ini (bagi pelaku kekerasan/peganiayaan) adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).

Setelah membaca dari berbagai sumber tentang peraturan perlindungan anak dan ancaman hukuman/sanksi  yang dapat didapatkan. Saya baru sadar bahwa profesi yang saya tekuni selama ini sangatlah rawan. Tak jarang kita mendengar berita di TV ada orang tua yang dilaporkan ke polisi karena telah menganiaya anaknya sendiri. Tentu saja hal tersebut membuat kita semua miris. Bisa kita bayangkan orang tua yang mengurusi anaknya/ darah dagingnya sendiri dapat melalkukan perbuatan keji tersebut.

Bagaiamana dengan seorang guru ?

Setiap 6 hari dalam 1 minggu harus berhadapan dengan siswa yang jumlahnya jauh lebih banyak dengan latar belakang yang berbeda serta tingkat pengetahuan yang berbeda pula. Bisa dibayangkan anak-anak yang puluhan jumlanya ini sangatlah berpeluang menjadi bumerang bagi guru. Diantara puluhan siswa ini masing-masing memiliki permasalahan yang mereka hapadkan kepada guru setiap harinya. 

Dalam hal ini bisa diberi perumpamaan bahwa setiap siswa masing-masing membawa bom waktu yang diberikan kepada guru untuk dijinakkan, maka apabila seorang guru gagal menjinakkannya makan meledaklah bom tersebut.

Namun hal tersbut tidaklah menjadi halangan bagi seorang guru untuk menjalankan kewajibannya. tidak peduli bagaimana ancaman dan bahaya yang dihadapi seorang guru tetap maju demi mencerdaskan kehidupan bangsa.

Maka pantaslah pemerinta memberikan perhatian khusus untuk para Guru di Indonesia.